BAB IJARAH(SEWA-MENYEWA)
A.Pengertian
dan Dasar Hukum Ijarah
Secara
etimologi al-ijarah berasal dari kata al-ajru yang berarti al-‘iwadh
/ penggantian,dari sebab itulah ats-tsawabu dalam konteks pahala dinamai
juga al-ajru /upah.sedangkan menurut syarak,ijarah adalah memberikan
kemanfaatan sesuatu dengan adanya penukaran berdasakan beberapa syarat.[1]
Adapun
secara terminologi,para ulama Fiqh berbeda pendapatnya,antara lain:
1. Menurut Sayyid sabiq,al-ijarah adalah suatu jenis akad atau transaksi untuk
mengambil manfaat dengan jalan memberi penggantian.
2. Menurut ulama Syafi’iyah al-ijarah adalah suatu jenis akad atau transaksi
terhadap suatu manfaat yang dituju,tertentu,bersifat mubah dan boleh
dimanfaatkan,dengan cara memberi imbalan tertentu.
3. Menurut Amir Syarifudin al-ijarah secara sederhana dapat diartikan dengan
akad atau transaksi manfaat atau jasa dengan imbalan tertentu.bila yang menjadi
objek transaksi adalah manfaat atau jasa dari suatu benda disebut jiarah
al’ain,seperti sewa menyewa rumah untuk ditempati.bila yang menjadi objek
transaksi manfaat atau jasa dari tenaga seseorang disebut ijarah ad-dzimah atau
upah mengupah,seperti upah mengetik skripsi.sekalipun objeknya berbeda keduanya
dalam konteks fiqh disebut al-ijarah.
Dari beberapa pendapat ulama tentang
ijarah,dapat disimpulkan bahwa ijarah adalah,suatu akad untuk mengambil
kemanfaatan suatu barang,bukan sesuatu yang dapat mengurangi atau menghilangkan
zat pelayanan dan harus membayar upah dari pemanfaatan barang yang disewa
tersebut.
Al-ijarah dalam bentuk sewa menyewa maupun
dalam bentuk upah mengupah merupakan muamalah yang telah disyaratkan dalam
islam.hukum asalnya menurut jumhur ulama adalah mubah atau boleh bila
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh syara’berdasarkan
ayat Al-qur’an,hadis-hadis Nabi,dan ketetapan ijmal Ulama.adapun dasar hukum
tentang kebolehan al-ijarah sebagai berikut:
4 ÷bÎ*sù z`÷è|Êör& ö/ä3s9 £`èdqè?$t«sù £`èduqã_é&
Jika mereka telah menyusul anakmu,maka berilah
upah mereka.(QS.at-thalaq : 6)
ôMs9$s% $yJßg1y÷nÎ) ÏMt/r'¯»t çnöÉfø«tGó$# ( cÎ) uöyz Ç`tB |Nöyfø«tGó$# Èqs)ø9$# ßûüÏBF{$# ÇËÏÈ
Salah seorang
dari wanita itu berkata,wahai bapakku ambillah ia sebagai pekerja kita,karena
orang yang paling baik untuk dijadikan
pekerjaan ialah orang yang kuat dan dapat dipercaya( QS.al-Qashas: 26)
Tujuan disyariatkan al-ijarah itu adalah untuk
memberi keringanan kepada umat dalam pergaulan hidup.banyak orang yang
mempunyai uang,tetapi tidak dapat bekerja.dipihak lain banyak orang yang
mempunyai tenaga atau keahlian yang membutuhkan uang.dengan adnya al-ijarah
keduanya saling mendapatkan keuntungan dan kedua belah pihak saling mendapatkan
manfaat.
B.Rukun dan
Syarat-Syarat al-ijarah
Menurut Hanafiyah rukun al-ijarah yaitu ijab .misalnya,kusewakan
barang ini kepadamu dan qabul dari dua belah pihak yang bertransaksi
misalnya,kusewa barang ini.menurut An-Nawawi di dalam Syarhul
Muhadzdzab,”perselisihan (ulama) tentang boleh atau tidak Mu’athah berlaku
dalam ijarah,rahn dan hibah.hanya saja ijarah itu sah dengan ongkos sewa
berwujud sesuatu yang sah,jika dibuat harga dan yang diketahui oleh dua orang
yang bertransaksi,baik itu ukuran,jenis dan sifatnya,jika ongkos tersebut tidak
kontan,maka cukup melihatnya.dalam hal ini,baik berupa ijarah ain(selain
dzimmah),atau Dzimmah (sewa-menyewa dengan jaminan oleh yang menyewakan,bahwa
barang selalu baik seperti dijanjikan dalam akad)[2]
Adapun menurut jumhur Ulama rukun ijarah ada
empat,yaitu :
1.Dua
orang yang berakad
2.
Sighat(ijab dan kabul)
3.Sewa
atau Imbalan
4.Manfaat.
Adapun
syarat-syarat al-ijarah sebagaimana yang ditulis Nasrun Haroen sebagaina
berikut:
1. Yang terkait dengan dua orang yang berakad.menurut ulama Syafi’iyah dan hambalah disyaratkan telah balig dan
berakal.oleh sebab itu,apabila orang yang belum atau tidak berakal,seperti anak
kecil dan orang gila ijarahnya tidak sah.akan tetapi,ulama Hanafiyah dan
Malikiyah bependapat bahwa keduaorang yang berakad itu tidak harus mencapai
usia balig.oleh karenanya anak yang baru mumayyiz pun boleh melakukan akad al
ijarah,hanya pengesahanya perlu persetujuan walinya.
2. Kedua belah pihak yang berakad menyatakan kerelaannya melakukan akad
al-ijrah,apabila salah seorang diantaranya terpaksa melakukan akad ini,maka
al-ijarah nya tidak sah.hal ini sesuai dengan firmah Allah Q.S.An-Nisa :
29,yang artinya:
Wahai orang-orang yang beriman,janganlah kamu
saling memakan harta kamu dengan cara yag bathil kecuali melalui suatu
perniagaan yang berlaku suka sama suka.
3. Manfaat yang menjadi objek al-ijarah harus diketahui,sehingga tidak muncul
perselisihan dikemudian hari.apabila manfaat yang menjadi objek tidak
jelas,maka akadnya tidak sah.kejelasan manfaat itu dapat dilakukan dengan
menjelsakan jenis manfaatnya dan penjelasan berapa lama manfaat itu di tangan
penyewanya.
4. Objek al-ijarah itu boleh diserahkan
dan digunakan secara langsung dan tidak ada cacatnya.oleh sebab itu,para ulama
fiqh sepakat,bahwa tidak boleh menyewakan sesuatu yang tidak boleh diserahkan
dan dimanfaatkan langsung oleh penyewa.misalnya,seseorang menyewa rumah,maka
rumah itu dapat langsung diambil kuncinya dan dapat langsung boleh ia
manfaatkan.
5. Objek al-ijarah itu sesuatu yang dihalalkan oleh syara’.oleh sebab itu,para
ulam fiqh sepakat mengatakan tidak bolehmenyewa seseorang untuk menyantet orang
lain,menyewa seorang untuk membunuh orang lain,demikian juga tidak boleh
menyewakan rumah untuk dijadiakn tempat-tempat maksiat.
6. Yang disewakan itu bukan sesuatu kewajiban bagi penyewa,misalnya menyewa orang untuk melaksanakan shalat untuk
diri penyewa atau menyewa orang untuk melaksanakan shalat untuk diri penyewa
atau menyewa orang yang belum haji untuk menggantikan haji penyewa.para ulam
fiqh sepakat mengtakan bahawa akad sewa menyewa seperti ini tidak sah,karena
shalat dan haji merupakan kewajiban penyewa itu sendiri.
7. Objek al-ijarah itu merupakan sesuatu yang biasa disewakan
seperti,rumah,kendaraan,dan alat-alat perknatoran.oleh sebab itu tidak boleh
dilakukan akad sewa menyewa terhadap sebatang pohon yang akan dimanfaatkan penyewa
sebagai sarana penjemur pakaian.karena pada dasarnya akad untuk sebatang pohon
bukan dimaksudkan seperti itu.
8. Upah atau sewa dalamijarah harus jelas,tertentu,dan sesuatu yang memiliki
nilai ekonomi. [3]
Apabila rukun dan syarat diatas terpenuhi,maka
sewa-menyewa menjadi sah.[4]
C. Upaya
dalam Pekerjaan Ibadah
Para Ulama berbeda pandangan dalam hal upah
atau imbalan terhadap pekerjaaan-pekerjaan yang sifatnya ibadah atau perwujudan
ketaatan kepada Allah. berikut ini pendapat para ulamat tentang upah dan imbalan tersebut antara
lain:
1. Madzhab hanafi berpendapat bahwa al-ijarah dalam perbuatan ibadah atau
ketaatan kepada Allah seperti meneyewa orang lain untuk shalat,puasa,haji atau
membaca Al-qur’an yang pahalanya dihadiahkan kepada orang tertentu seperti
kepada arwah orang tua yang menyewa,menjadi muadzin,menjadi imam,dan lain-lain
yang sejenis.maka haram hukumnya mengambil upah dari pekerjaan tersebut berdasarkan
sabda Rasulullah saw:
إقرءو القران
ولاتأ كلوابه
“bacalah olehmu al-Qur’an danjanganlah kamu
cari makan dengan jalan itu “.
Pada hadis lain,Rasulullah bersabda :
وإن اتخذ ت مؤذنا فلأ تأ خذ من الاذان اجرا
Jika kamu
mengangkat seseorang menjadi muadzin maka janganlah kamu ambil(kau beri)dari
adzan itu suatu upah.
Perbuatan seperti adzan,shalat,haji,puasa,mebaca
al-Qur’an,dan dzikir adalah tergolong perbuatan untuk taqarrub
kepadaAllah,karena tidak boleh mengambil upah untuk pekerjaan itu selain dari
Allah.
2. Menurut Syayyi Sabiq,pekerjaan seperti ini batal menurut hukum islam,karena
yang membaca al-Qur’an bila bertujuan untuk memperoleh upah (uang) maka
bagiannya tak memperoleh pahala dari Allah sedikit pun,
3. Menurut Hendi Suhendi dalam buku fikih Muamalah,para ulama memfatwakan
tentang kebolehan mengambil upah dari aktivitas yang diangggap sebagai
perbuatan baik.msalnya,pengajaran Al-qur’an,guru agama,itu dibolehkan mengambil
atau menerima upah,atas jasa yang diberikannya,karena merekamembutuhkan
tunjangan untuk dirirnya dan keluarganya,mengingat mereka tidak mempunyai waktu
untuk melakukan aktivitas lainnya selain aktivitas tersebut.
4. Menurut madzhab Hambali,boleh mengambil upah dari pekerjan-pekerjaan
mengajar Al-Qur’an dan sejenisnya,jika bertujuan untuk mewujudkan
kemaslahatan.tetapi,haram hukumnya mengambil upah jika bertujuan untuk Taqarrub
kepada Allah.
5. Mazdhab Maliki,Syafi’i dan ibnu Hazm,membolehkan mengambil upah sebagai
imbalan mengajar al-Qur’an dan kegiatan-kegiatan sejenisnya,karena hal ini
termasuk jenis imbalan dari perbuatan yang diketahui (terukur) dan dari tenaga
yang diketahui pula.Ibnu Hazm mengatakan bahwa pengambilan upah sebgaia imbalan
mengajar al-Qur’an dan kegiatan sejenis,baik secara bulanan atau secara
sekaligus dibolehkan dengan alasan tidak ada nash yang melarangnya.
D.Menyewakan Barang
Sewaan
Menyewakan
barang sewaan kepada penyewa kedua itu diperbolehkan,berikut ini beberapa
pendapat ulama tentang hal tersebut,akan dijelaskan sebagai berikut :
Menurut
Sayyid Sabiq,penyewa dibolehkan menyewakan lagi barang sewaan tersebut pada
orang lain,dengan syarat penggunaan barang itu sesuai dengan penggunaan yang
dijanjikan ketika akad awal.misalnya penyewaan seekor binatang,ketika akad awal
dinyatakan bahwa binatang itu disewa untuk membajak sawah,kemudian binatang
tersebut disewakan lagi kepada penyewa kedua,maka binatang itu harus digunakan
untuk membajak pula.penyewa pertama boleh menyewakan lagi dengan harga serupa
pada waktu ia menyewa atau kuarang sedikit atau lebih dari harga awalnya,maka
ini disebut dengan Al-khulwu[5].
Menurut
Hendi Suhendi bila ada kerusakan pada benda yang disewa,maka yang bertanggung
jawab adalah pemilik barang ( al-Mu’jir) dengan syarat kerusakan itu buakn
akibat dari kelalaian penyewa atau al-Musta’jir.(maka yang bertanggung jawab
adalah penyewa atau al-Musta’jir).
E.Pembatalan Dan Berakhirnya Al-Ijarah
Para ulama berbeda pendapat tentang
sifat akad al-ijarah,apakah ijarah bersifat mengikat kedua belah pihak atau
tidak ,menurut Ulama hanafiyah berpendapat bahwa akad al-ijarah itu bersifat
mengikat,tetapi boleh dibatalkan secara sepihak apabila terdapat uzur dari
salah satu pihak yang berakad,uzur tersebut misalnya,salah satu pihak wafat,
Adapun
menurut Jumhur Ulama mengatakan bahwa al-ijarah itu bersifat mengikat kecuali
ada cacat atau barang itu tidak boleh dimanfaatkan.akibat perbedaan pendapat
ini dapat diamati dalam kasus apabila seseorang meninggal dunia.
Sedangkan
menurut Ulama Hanafiyah,apabila salah seorang meninggal dunia maka akad
al-ijarah batal,karena manfaat tidak boleh diwariskan.akan tetapi Jumhur Ulama
mengatakan,bahwa manfaat itu boleh diwariskan karena termasuk
harta(al-Maal).oleh sebab itu kematian salah satu pihak yang berakad tidak
membatalkan akad al-Ijarah.[6]
Ada pun jika barang sewaan tersebut ternyata
dijual oleh pemilik barang mak,akad sewa- menyewa itu tidaklah berakhir.dalam
kasusu ini,maka penyelesaiannya harus dibicarakan oleh ketiga belah pihak,yakni
pemilik lama,penyewa,dan pemilik baru.
Dan
apabila barang sewaan itu ternyata tidak sesuai dengan keinginan penyewa,atau
terjadi kerusakan tertentu sehingga ia merasa terhambat dalam memanfaatkan
barang sewaan,maka akad sewa-menyewa tidakah batal,hanya saja,pemilik barang
diwajibkan mengganti barang.sehingga layak digunakan sesuai dengan kesepaktan
awal.ketentuan ini menjadi penting agarakad persewaan menguntungkan kedua belah
pihak,baikpemilik barang maupun penyewa.[7]
Selanjutnya
akan dijelaskan tentang hal-hal yang membatalakan akad al-Ijarah,menurut
Al-Kasani dalam kitab at-Badaa’iu ash-Shanaa’iu,menyatakan bahwa akad ijrah
berakhir bila ada hal-hal sebagai berikut:
1. Objek al-ijarah hilang atau musnah
seperti,rumah yang disewakan terbakar atau kendaraan yang disewakan hilang.
2. Tenggang waktu yang disepakati dalam akad al-ijarah telah berakhir.apabila
yang disewakan itu rumah,maka rumah itu dikembalikan kepada pemiliknya,dan
apabiala ang disewakan itu jasa seseorang maka oorang tersebut berhak menerima
upahnya.
3. Wafatnya salah seorang yang berakad
4. Apabila ada uzur dari salah satu pihak,sperti rumah yang disewakan disita
negara karena terkait adanya utang,maka akad al-ijarahnya batal.[8]
Sementara itu,menurut Sayyid Sabiq,al-ijrah
akan menjadi btal dan berakhir bila ada hal-hal sebagai berikut:
1. Terjadi cacat pada barang sewaan ketika ditangan penyewa.
2. Rusaknya barang yang disewakan,seperti ambruknya rumah,dan runtuhya
bangunan gedung.
3. Rusaknya barang yang diupahkan,seperti bahan baju yang diupahkan untuk
dijahit.
4. Telah terpenuhinya manfaat yang diakadkan sesuai dengan masa yang telah
ditentukan dan selesainya pekerjaan.
5. Menurut Hanafiyah salah satu pihak dari yang berakad boleh membatalkan
al-ijarah jika ada kejadian-kejadian yangluar biasa,seperti terbakarnya
gedung,terciumnya brang-barang dagangan,dan kehabisan barang modal.
F.Pengembalian
Barang Sewaan
Jika akad al-ijarah sudah berakhir,maka
penyewa harus mengembalikan barang sewaan tersebut,jika barang itu berupa
barangyang dapat dipindah (brang bergerak),maka iawajib menyerahkannya langsung
kepada pemiliknya.dan jika barang sewaan tersebut berupa barang yang tidakapt
berpindah (barang yang tidak bergerak),maka ia berkewajiban menyerahkannya kepada pemiliknya,dalam keadaan
kosong,seperti keadaan semula.
Menurut Madzhab Hambali,ketika al-ijarah
berakhir,penyewa harus melepaskan barang
sewaan dan tidak ada keharusan mengembalikan untuk menyerah terimakannya
seperti barang titipan.
KESIMPULAN
1. Secara etimologi al-ijarah berasal dari kata al-ajru yangberarti al-‘iwadh/penggantian.dari
sebab itulah ats-Tsawabu dalam konteks
pahala dinnamai juga al-ajru/upah.dapun secara terminologi al-ijarah
secara sederhana dapat diartikan dengan akadatau transaksi manfaat ataujasa
dengan imbalan tertentu.bila yang menjadi objek transaksi adalah manfaat atau
jasa dari suatu benda disebut ijarah al’ain,seperti sewa menyewa rumah untuk
ditempati.bila yang menjadi objek transaksi manfaat atau jasa dari tenaga
seseorang disebut ijarah ad-dzimah atau upah mengupah,seperti upah mengetik
skirpsi,dll.sekalipun objeknya berbeda keduanya dalam konteks fiqh disebut
al-ijarah.
2. Al-ijarah dalam bentuk sewa menyew maupun upah mengupah merupakan muamalah
yang telah disyariatkan dalam islam.hukum asalnya menurut jumhur ulama adalah
mubah atau boleh bila dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh
syara’berdasarkan al-qur’an,hadis-hadis nabi,dan ketetapan ijma ulama.
3. Menurut jumhur ulamarukun ijarah ada empat,yaitu:
a. Dua orang ayang berakad
b. Sighat(ijab dan kabul)
c. Sewa atau Imbalan
d. Manfaat
4. Syarat-syarat al-ijarah sebgai berikut :
a. Yang terkait dengan dua orang yang berakad disyaratkan telah balig
b. Kedua belah pihak yang berakad menyatakan keleraannya melakukan akad
al-ijarah.
c. Manfaat yang menjadi objek al-ijarah harus diketahui sehingga tida muncul
perselisihan dikemudian hari.
d. Objek al-ijarah itu boleh diserahkan dan digunakan secraa langsung dan
tidak ada cacatnya.
e. Objek al-ijarah itu sesuatu yang dihalalkan oleh syara’.
f. Yang disewakan itu bukan suatu kewajiban bagi penyewa
g. Objek al-ijaraha itu merupakan sesuatu yang biasa disewakan seperti
rumah,kendaraan,dan alat-alat perkantoran.
h. Upah atau sewa dalam al-ijarah harus jelas,tertentu dan sesuatu yang
memiliki nilai ekonomi.
5. Madzhab hanafi berpendapat bahwa al-ijarah dalam perbuatan ibadah atau
ketaatan kepada Allah seperti meneyewa orang lain untuk shalat,puasa,haji atau
membaca Al-qur’an yang pahalanya dihadiahkan kepada orang tertentu seperti
kepada arwah orang tua yang menyewa,menjadi muadzin,menjadi imam,dan lain-lain
yang sejenis.maka haram hukumnya.
6. Menurut Sayyid Sabiq,penyewa dibolehkan menyewakan lagi barang sewaan
tersebut pada orang lain,dengan syarat penggunaan barang itu sesuai dengan
penggunaan yang dijanjikan ketika akad awal.misalnya penyewaan seekor
binatang,ketika akad awal dinyatakan bahwa binatang itu disewa untuk membajak
sawah,kemudian binatang tersebut disewakan lagi kepada penyewa kedua,maka
binatang itu harus digunakan untuk membajak pula.penyewa pertama boleh
menyewakan lagi dengan harga serupa pada waktu ia menyewa atau kuarang sedikit
atau lebih dari harga awalnya,maka ini disebut dengan Al-khulwu.
7. al-ijrah akan menjadi btal dan berakhir bila ada hal-hal sebagai berikut:
a. Terjadi cacat pada barang sewaan ketika ditangan penyewa.
b. Rusaknya barang yang disewakan,seperti ambruknya rumah,dan runtuhya
bangunan gedung.
c. Rusaknya barang yang diupahkan,seperti bahan baju yang diupahkan untuk
dijahit.
d. Telah terpenuhinya manfaat yang diakadkan sesuai dengan masa yang telah
ditentukan dan selesainya pekerjaan.
e. Menurut Hanafiyah salah satu pihak dari yang berakad boleh membatalkan
al-ijarah jika ada kejadian-kejadian yangluar biasa,seperti terbakarnya
gedung,terciumnya brang-barang dagangan,dan kehabisan barang modal.
8. Jika akad al-ijarah sudah berakhir,maka penyewa harus mengembalikan barang
sewaan tersebut,jika barang itu berupa barangyang dapat dipindah (brang
bergerak),maka iawajib menyerahkannya langsung kepada pemiliknya.dan jika
barang sewaan tersebut berupa barang yang tidakapt berpindah (barang yang tidak
bergerak),maka ia berkewajiban menyerahkannya
kepada pemiliknya,dalam keadaan kosong,seperti keadaan semula.
DAFTAR PUSTAKA
Rahman ghazaly,Abdul.,Fiqh Muamalat,Kencana
Prenada Media Grup, Jakarta,2012.
Hiyadh,Abul.,terjemah fat-hul Mu’in,al-hidayah,Surabaya.
Basori,khabib.,seri
tuntunan praktis ibadah”muamalah”,Yogyakarta,2007
[1] Ust.Abu Hiyadh,terjemah fat-hul mu’in
juz 2,(Surabaya),hal 336
[2] Ibid,337
[4] Khabib Basori,S.H.I,seri tuntunan praktis ibadah
“muamalah”,(Yogyakarta,2007)hal 21
[5] Ibid,hal 282
[6] Ibid,hal 283
[7] Khabib Basori,S.H.I,seri tuntunan praktis ibadah”muamalah”,(Yogyakarta,2007)hal
22
[8] Ibid,hal283